solikin's blog
Selasa, 11 Maret 2014
Kamis, 20 Februari 2014
Mengenal Attiny2313
jum'at 21 feb 2014
Mengenal Attiny2313
ATTiny 2313 merupakan mikrokontroller 8-bit AVR dengan kapasitas
memory maksimum sebesar 2 Kbytes yang tersimpan didalam Memory Flash-nya.
ATTIny 2313 merupakan chip IC produksi ATMEL yang termasuk golongan single chip
microcontroller, dimana semua rangkaian termasuk memori dan I/O tergabung dalam
satu paket IC. Dalam pemrogramannya kontroller ini dapat dijalankan menggunakan
2 bahasa yaitu bahasa Assembly atau bahasa C. Sehingga memungkinkan pengguna
dapat mengoptimalkan kinerja sistem yang dibuat secara fleksibel.
Gambar 1. Attiny2313
IC
ATTiny 2313 ada 2 jenis yaitu jenis PDIP/SOIC (berbentuk prisma segi empat) dan
jenis VQFN/MLF (berbentuk kotak) yang pada dasarnya memiliki fungsi yang sama,
hanya saja memiliki bentuk yang berbeda.
Gambar2. Konfigurasi Pin Attiny2313
Gambar 2 merupakan konfigurasi pin dari ATTiny 2313. Secara keseluruhan
memiliki total 20 pin. Berikut adalah penjelasan secara garis besar dari
konfigurasi pin-pin tersebut :
a. VCC
Tegangan masukan digital sebesar 5 Volt.
b. GND
Dihubungkan pada Ground. Referensi nol suplai tegangan digital.
c. PORT A (PA0...PA2)
Pada PORT A hanya terdapat tiga(3) buah pin saja atau 3 bit pin I/O. Dimana
PORT A ini, ketiga pin nya(seluruh pin PORT A) digunakan untuk keperluan
membuat sismin. Yaitu PA.0 dan PA.1 untuk input clock (nama komponen adalah
kristal), dan PA.2 untuk input tombol RESET.
d. PORT B (PB0...PB7)
Pada PORT B terdapat delapan(8) buah pin atau 8 bit pin I/O. Dan juga pada PORT
B ini terdapat port SPI(Serial Peripheral Interface), yaitu pin komunikasi
untuk men-download program secara serial syncronous dari komputer ke
mikrokontroller, pin-pin tersebut adalah MOSI(PORTB.5), MISO(PORTB.6),
SCK(PORTB.7).
e. PORT D (PD0...PD6)
Pada PORT D terdapat delapan(7) buah pin atau 7 bit pin I/O.
Pada PORT D terdapat delapan(7) buah pin atau 7 bit pin I/O.
f. RESET
Reset berfungsi untuk menyusun ulang routing program dari awal. Biasanya RESET
bersifat Active Low, yaitu aktif saat logika bernilai nol “0”. Sinyal LOW pada
pin ini dengan lebar minimum 1,5 mikrodetik akan membawa mikrokontroler ke
kondisi Reset, meskipun clock tidak running. Sinyal dengan lebar kurang dari
1,5 mikrodetik tidak menjamin terjadinya kondisi Reset.
g. XTAL 1
XTAL1 adalah masukan ke inverting oscillator amplifier dan input ke internal clock operating circuit.
h. XTAL 2
XTAL2 adalah output dari inverting oscillator amplifier.
Senin, 10 Februari 2014
Line Tracer Analog
Pengertian
Line Follower Robot (LFR)
Line
Follower Robot (Robot Pengikut Garis) merupakan robot yang dapat berjalan
mengikuti sebuah lintasan, ada yang menyebutnya dengan Line Tracker, Line
Tracer Robot dan sebagainya. Garis yang dimaksud adalah garis berwarna hitam
diatas permukaan berwarna putih atau sebaliknya, ada juga lintasan dengan warna
lain dengan permukaan yang kontras (gelap-terang) dengan warna garisnya.
Bagaimana cara robot mengikuti garis?
Seperti
layaknya manusia, bagaimana manusia dapat berjalan pada mengikuti jalan yang
ada tanpa menabrak dan sebagainya, tentunya karena manusia memiliki “mata”
sebagai penginderanya. Begitu juga robot line follower ini, dia memiliki sensor
garis yang berfungsi seperti “mata” pada manusia.
Gambar 2. Sensor garis
Sensor garis
ini mendeteksi adanya garis pada permukaan lintasan dengan
membandingkan kondisi saat terkena permukaan gelap dan permukaan terang. Informasi yang diterima sensor garis kemudian
diteruskan ke prosesor untuk diolah sedemikian rupa dan akhirnya hasil
informasi hasil olahannya akan diteruskan ke penggerak atau motor agar motor
dapat menyesuaikan gerak tubuh robot sesuai garis yang dideteksinya.
Misalkan
dalam Gambar 1 (sensor kiri pada permukaan gelap dan sensor kanan pada
permukaan terang) robot dikondisikan berjalan maju (lurus), maka robot akan
berbelok apabila sensor menemui kondisi yang berbeda:
a) Tikungan ke kanan
Gambar 3. Kondisi sensor
saat berbelok ke kanan
Ketika
sensor kanan bertemu dengan permukaan gelap, roda kanan akan berutar ke
belakang (mundur) sehingga robot berbelok kekanan.
Gambar 4. Kondisi sensor
saat berbelok ke kiri
a) Tikungan ke kiri
Ketika
sensor kiri bertemu dengan permukaan terang, roda kiri akan berutar ke belakang
(mundur) sehingga robot berbelok ke kiri.
Komponen
Utama Line Follower Robot Analog
1. Led
Led (light emitting diode) merupakan instrument
elektronika yang dapat menghasilkan cahaya.
Gambar 5. Bentuk led dan skematik led
1. Photodioda
Bentuk dari Photodioda sama dengan LED namun
fungsinya berbeda. Photodioda digunakan sebagai sensor cahaya, bila Photodioda menerima
banyak cahaya maka hambatan Photodioda berkurang
sebaliknya bila menerima sedikit cahaya maka hambatannya akan bertambah.
Gambar 6. Bentuk dan symbol photo dioda
1. IC Komparator
Komparator
sesuai namanya berfungsi untuk membandingkan tegangan input dengan
tegangan referensi. Apabila tegangan input lebih besar dari tegangan referensi
maka tegangan outputnya akan sama dengan tegangan maks power supply (high/1),
apabila tegangan input lebih kecil dari tegangan referensi maka tegangan
outputnya akan sama dengan tegangan min power supply (low/0).
Gambar 7.
Skematik dan bentuk IC komparator
1. Transistor
Transistor adalah alat yang dipakai sebagai penguat, sebagai
sirkuit pemutus dan penyambung (saklar),
modulasi sinyal atau sebagai fungsi lainnya. Pada line follower
fungsinya lebih diutamakan sebagai saklar (switch) pada rangkaian motor
penggerak.
Gambar 8. transistor BD 139(NPN) dan BD140 (PNP)
1.
Resistor
Resistor adalah komponen
elektronika yang berfungsi untuk memberikan hambatan terhadap
aliran arus listrik. Dalam rangkaian listrik dibutuhkan resistor dengan
spesifikasi tertentu, seperti besar
hambatan, arus maksimum yang boleh dilewatkan dan karakteristik hambatan
terhadap suhu dan panas. Resistor memberikan hambatan agar komponen yang diberi
tegangan tidak dialiri dengan arus yang besar, serta dapat digunakan sebagai pembagi
tegangan.
Gambar 9. Resistor
1.
Opto coupler
Optocoupler merupakan salah
satu jenis komponen yang terdiri dari pasangan LED dan Photo transistor, dimana
transistor akanaktif ketika LED menyala (dialiri arus). Hal ini dapat
dimanfaatkan untuk memisahkan rangkaian komparator dengan rangkaian driver pada line follower analog.
Gambar 10. Skematik dan bentuk Optocoupler
1.
Motor DC
Motor DC merupakan motor yang membutuhkan arus
searah (DC) dalam penggunaannya. Umumnya berkecepatan rendah sampai
sedang, dengan
penggunaan daya rendah sehingga cocok untuk digunakan dalam pembuatan robot berukuran
kecil.
Gambar 11. motor DC
1.
Trimpot
Trimpot (Trimmer
Potentiometer) adalah jenis resistor variable
berupa potensiometer
yang cara mengubah nilai tahanannya dengan cara mentrim dengan menggunakan
obeng. Fungsi lainnya yakni digunakan untuk memperoleh tegangan yang
bervariasi dengan memanfaatkan rumus pembagi tegangan dari dua resistor, jadi
dibaratkan dalam trimpot terdapat dua resistor yang dihubungkan seri dimana
nilai hambatannnya dapat diubah-ubah.
Gambar 12. Trimpot
Skema
Rangkaian Robot
1.
Sensor Garis
Apa
itu sensor garis? Yang dimaksud sensor garis disini adalah suatu perangkat/alat
yang digunakan untuk mendeteksi adanya sebuah garis atau tidak. Garis yang
dimaksud adalah garis berwarna hitam di atas permukaan berwarna putih. Alat
ini menggunakan teknik pantulan cahaya yang ditangkap oleh photodiode dari
sebuah LED.
Gambar 13. Skema rangkaian sensor
1.
Komparator
Sebuah komparator dalam robot line tracer
untuk menghasilkan tegangan output dengan logika high atau low (1 atau
0) yang digunakan untuk mengaktifkan driver motor (Pada penjelasan
berikutnya). IC komparator yang digunakan adalah LM339 yang terdiri dari empat buah komparator yang masing-masing membandingkan dua tegangan. Bila tegangan pada channel (A) “lebih besar” dari tegangan channel (B) maka output komparator akan berlogika HIGH atau 1. Sedangkan bila tegangan input pada channel (A) “lebih kecil” dari teganganpada channel(B) maka output komparator akan berlogika LOW atau 0
Gambar 14. Komparator
1.
Driver Motor
Driver motor adalahrangkaian yang digunakan untuk mengendalikan
gerakan motor sesuai dengan polaritas yang diinginkan. Komponen pembuatnya
terdiri dari empat buah transistor yang dirangkai seperti gambar di bawah. Pada
robot line tracer ini, driver sangat penting untuk membuat roda agar dapat berputar
dalam arah maju atau mundur. Jenis driver yang digunakan pada robot ini adalah
driver H seperti pada rangkaian berikut:
Gambar 15. Rangkaian driver H untuk motor DC
Skema KeseluruhanSabtu, 08 Februari 2014
Makalah
MAKALAH KARYA SASTRA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan bagi Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan seluruh manusia yang terdahulu
dan yang akan datang, yang berkat nikmat serta hidayahNya, makalah ini dapat
terselesaikan. Sholawat dan salam juga selalu saya haturkan kepada uswatun
khasanah, Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabatnya.
Makalah ini mengambil tema tentang bahasa Indonesia dan generasi muda, dengan
judul “Pendidikan Sastra” . Lewat makalah ini, diharapkan generasi muda yang
kelak akan meneruskan perjuangan untuk memajukan kesastraan bangsa Indonesia.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata
Pelajaran Bahasa Indonesia yang diampu
oleh Ibu Sah Hermi. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki berbagai kekurangan. Oleh karena
itu, Penulis meminta maaf jika dalam makalah ini masih ditemukan beberapa
kekeliruan. Demikian, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Terimakasih.
Pati, November 2013
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………….... i
DAFTAR
ISI …………………………………………………………………..… ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang …………………………………………………... 1
1.2
Rumusan
Masalah ……………………………………………....…... 1
1.3
Tujuan …………………………………………………………... 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sastra ………………………………………………..…… 2
2.2 Bentuk - bentuk Karya Sastra ……………………………………….…... 6
2.3 Aliran – aliran Karya Satra ……………………………………….…... 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......…………………………………….……...……….. 14 3.2 Saran ………………………………............................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..... 15
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Sastra dan kehidupan
tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana dalam perkembangannya sastra selalu
menghadirkan hidup dan kehidupan dalam masyarakat. Peristiwa yang digambarkan
dalam karya sastra bisa terjadi dalam kehidupan nyata maupun di luar alam
nyata. Sastra merupakan salah satu bentuk komunikasi yang disampaikan melalui
bahasa. Dalam hal ini, sastra selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta
paparan peristiwa, juga mampu mengajak pembaca untuk berkontemplasi menemukan
nilai-nilai dan menghayati kekompleksitasan kehidupan secara mendalam
(Sugiarti, 2002:1).
Sehubungan dengan hal
ini, Sugiarti (2002:2) berpendapat, bahwa karya sastra merupakan khasanah
intelektual dengan caranya sendiri merekam dan menyuarakan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat. Selain itu, karya sastra berbeda dengan teori-teori,
tidak hanya berbicara kepada intelek pembacanya melainkan secara keseluruhan
kepribadiannya. Dalam hal ini, karya sastra dapat dikatakan sebagai bagian
integral yang penting dari proses sosial dan kebudayaan.
Macam-macam karya sastra
meliputi puisi, roman, novel, drama, dan cerpen. Mempelajari dan meneliti karya
sastra terdapat unsur-unsur pembangun, baik unsur intrinsik maupun unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra
berkaitan dengan peristiwa cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang
penceritaan, dan bahasa atau gaya bahasa
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa itu sastra?
2. Bagaimana sifat karya sastra?
3. Apa saja manfaat karya sastra?
1. Apa itu sastra?
2. Bagaimana sifat karya sastra?
3. Apa saja manfaat karya sastra?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang apa itu sastra.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk karya sastra.
3. Untuk mengetahui aliran karya sastra.
1. Untuk mengetahui tentang apa itu sastra.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk karya sastra.
3. Untuk mengetahui aliran karya sastra.
BAB II
P E M B A H A S A N
2.1
Pengertian Sastra
A. Teeuw (1984) dan Luxemburg (1986)
mengemukakan bahwa belum ada seorang pun yang memberikan jawaban yang ketat
untuk pertanyaan tentang definisi sastra. Hal senada diungkapkan pula oleh B.
Rahmanto (2000), Suminto A. Sayuti (2002), dan seorang sastrawan Malaysia, Ali
Ahmad, dalam sebuah tulisan berjudul “Mencari Definisi Kesusastraan” (dalam
Hamzah Hamdani 1988:19-26).
Lebih jauh Luxemburg (1986:3-4)
mengemukakan bahwa usul untuk mendefinisikan sastra banyak sekali jumlahnya
tetapi usul-usul yang memuaskan tidak banyak. Ia mengemukakan alasan-alasannya
sebagai berikut: (1) Sering orang ingin mendefinisikan terlalu banyak
sekaligus. Sering dilupakan bahwa ada suatu perbedaan antara sebuah definisi
deskriptif mengenai sastra—yang memberi jawaban terhadap pertanyaan: sastra itu
apa?—dan sebuah definisi evaluatif yang ingin menilai apakah suatu karya sastra
termasuk karya sastra yang baik atau tidak; (2) Sering orang mencari sebuah
definisi “ontologis” mengenai sastra, yaitu sebuah definisi yang mengungkapkan
hakikat sebuah karya sastra sambil melupakan bahwa sastra hendaknya
didefinisikan di dalam situasi para pemakai dan pembaca sastra; (3) Yang
berkaitan dengan itu, sering anggapan mengenai sastra terlalu ditentukan oleh
contoh sastra Barat, khususnya sejak zaman Renaissance, tanpa menghiraukan
bentuk-bentuk sastra yang khas seperti terdapat dalam lingkungan kebudayaan di
luar Eropa, di dalam zaman-zaman tertentu atau di dalam lingkungan sosial
tertentu. Misalnya, konsep tentang sastra yang diterapkan bagi zaman klasik
Eropa dan bagi lingkungan kebudayaan di luar Eropa sekaligus juga mau
diterapkan bagi lingkungan kebudayaan Eropa-Amerika modern; (4) Pernah
diberikan definisi-definisi yang kurang lebih memuaskan berkaitan dengan
sejumlah jenis sastra, tetapi yang kurang relevan diterapkan pada sastra pada
umumnya. Demikian misalnya disajikan sebuah definisi yang cocok bagi puisi,
sedangkan yang dicari ialah sebuah definisi yang tepat bagi sastra pada
umumnya.
Pendek kata, dalam pandangan Luxemburg,
pengertian-pengertian tentang sastra sendiri sering dimutlakkan dan dijadikan sebuah
tolok ukur atau parameter universal padahal perlu diperhatikan kenisbian
historis sebagai titik pangkal.
Luxemburg (1986:9-11) tidak mungkin memberikan
sebuah definisi yang universal mengenai sastra. Sastra bukanlah sebuah benda
yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu
diberikan pada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan.
Luxemburg menyebut sejumlah faktor yang mendorong para pembaca untuk menyebut
teks ini sastra dan teks itu bukan sastra. Sejumlah faktor itu adalah sebagai
berikut: (1) yang dikaitkan dengan pengertian sastra ialah teks-teks yang tidak
melulu disusun atau dipakai untuk suatu tujuan komunikatif yang praktis dan
yang hanya berlangsung untuk sementara waktu saja. Secara agak dibuat-buat
hasil sastra dipergunakan dalam situasi komunikasi yang diatur oleh suatu
lingkungan kebudayaan tertentu; (2) bagi sastra Barat dewasa ini kebanyakan
teks drama dan cerita mengandung unsur fiksionalitas; (3) puisi lirik tidak
begitu saja kita namakan “rekaan”. Di sini Luxemburg lebih suka menggunakan
kategori konvensi distansi; (4) dalam sastra bahannya diolah secara istimewa.
Ini berlaku bagi puisi maupun prosa; (5) sebuah karya sastra dapat kita baca
menurut tahap-tahap arti yang berbeda-beda…. Sejauh mana tahap-tahap arti itu
dapat kita maklumi sambil membaca sebuah karya sastra tergantung pada mutu
karya sastra yang bersangkutan dan kemampuan pembaca dalam bergaul dengan
teks-teks sastra; (6) juga karya-karya sastra yang bersifat nonfiksi dan yang
juga tidak dapat digolongkan pada puisi, karena ada kemiripan, digolongkan pada
karya sastra; (7) terdapat karya-karya yang semula tidak dianggap sebagai suatu
karya sastra tetapi kemudian dimasukkan ke dalam kategori sastra.
Luxemburg (1986:11-12) lebih jauh menilai
sastra sebagai berikut: (1) karena sifat rekaannya, sastra secara langsung
tidak mengatakan sesuatu mengenai kenyataan dan juga tidak menggugah kita untuk
langsung bertindak. Justru oleh karena itu sastra memberikan kemungkinan dan
keleluasaan untuk memperhatikan dunia-dunia lain, kenyataan-kenyataan yang
hanya hidup dalam angan-angan, sistem-sistem nilai yang tidak dikenal atau yang
bahkan tidak dihargai; (2) sambil membaca sebuah karya sastra kita dapat
mengadakan identifikasi dengan seorang tokoh, dengan orang lain; (3) bahasa
sastra dan pengolahan bahan lewat sastra dapat membuka batin kita bagi
pengalaman-pengalaman baru atau mengajak kita untuk mengatur pengalaman
tersebut dengan suatu cara baru; (4) selain itu, bahasa sastra dan sarana-sarana
sastra masih mempunyai nilai tersendiri; (5) dalam lingkungan kebudayaan sastra
merupakan sebuah sarana yang sering dipergunakan untuk mencetuskan
pendapat-pendapat yang hidup di dalam masyarakat.
Sementara itu, Yus Rusyana (1984:298)
mengemukakan bahwa sastra adalah bentuk kegiatan kreatif manusia yang
mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. Batasan itu berada dalam suatu cahaya
pemikiran yang sama dengan Wellek dan Austin (1983:3) yang menyebutkan bahwa
sastra adalah suatu kegiatan kreatif, suatu karya seni. Sedangkan Jakob
sumardjo dan Saini KM (1988:3) mendefinisikan sastra: ungkapan pribadi manusia
yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam
suatu bentuk gambararan kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM
(1988:16-17) terdapat tiga hal yang membedakan karya sastra dengan bukan karya
sastra. Ketiga hal itu adalah: (1) sifat khayali sastra; (2) adanya nilai-nilai
seni; dan (3) adanya cara penggunaan bahasa yang khas. Karya sastra bukan hanya
mengejar bentuk ungkapan yang indah. Karya sastra juga menyangkut masalah isi
ungkapan, bahasa ungkapannya, dan nilai ekspresinya. Berdasarkan semua itu,
penilaian terhadap suatu karya sastra sebagai bermutu (atau tidak bermutu)
harus berdasarkan penilaian bentuk, isi, ekspresi, dan bahasanya. Sebenarnya
unsur-unsur tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri. Semuanya merupakan suatu
kesatuan yang tidak mungkin dipisah-pisahkan. Hanya demi kepentingan
analisislah bentuk karya sastra yang bermutu tadi perlu dibeda-bedakan.
Jakob Sumardjo dan Saini KM (1988:5-8)
mengajukan sepuluh syarat karya sastra dapat disebut sebagai karya sastra
bermutu, yaitu sebagai berikut: (1) karya sastra adalah suatu usaha merekam isi
jiwa sastrawannya. Rekaman ini menggunakan alat bahasa; (2) sastra adalah
komunikasi; (3) sastra adalah sebuah keteraturan. Karya sastra memiliki
peraturan sendiri dalam dirinya; (4) sastra adalah penghiburan; (5) sastra
adalah sebuah integrasi; (6) karya sastra yang bermutu merupakan suatu
penemuan; (7) karya sastra yang bermutu merupakan ekspresi sastrawannya; (8)
karya sastra yang bermutu merupakan sebuah karya yang pekat; (9) karya sastra
yang bermutu merupakan penafsiran kehidupan; dan (10) karya sastra yang bermutu
adalah sebuah pembaruan.
Perihal karya sastra merupakan penafsiran
kehidupan, penemuan dan pembaruan, menjadi pemikiran banyak sastrawan terkemuka
dan menjadikannya sebagai filosofi kerja dalam aktivitas kesastrawanan mereka.
Secara eksplisit hal itu antara lain dikemukan sastrawan penerima Hadiah Nobel
Sastra 2001 asal Trinidad keturunan India, V.S. Naipaul (2003) dalam pidato
kehormatan yang disampaikannya di Universitas Manhattan yang diberi judul “Our
Universal Civilization”, dan sastrawan penerima Hadiah Nobel Sastra 1991 asal
Afrika Selatan, Nadine Gordimer (1995).
Terdapat tiga hal yang membedakan karya
sastra dengan karya-karya (tulis) lain yang bukan sastra, yaitu sifat khayali
(fictionality), adanya nilai-nilai seni (esthetic values) dan adanya cara
penggunaan bahasa yang khas (special use of language). Dalam uraian lebih jauh
tentang fictionality, esthetic values dan special use of langauge yang
membedakan karya sastra dengan karya-karya tulis lainnya, Jakob Sumaardjo dan
Saini KM (1988:13) mengemukakan bahwa sifat khayali sastra merupakan akibat
dari kenyataan bahwa karya sastra diciptakan dengan daya khayal; dan walaupun
karya sastra hendak berbicara tentang kenyataan-kenyataan dan masalah kehidupan
yang nyata, karya sastra itu terlebih dulu menciptakan dunia khayali sebagai
latar belakang tempat kenyataan-kenyataan dan masalah-masalah itu dapat
direnungkan dan dihayati pembaca. Mengapa sastrawan mempergunakan dunia khayali
sebagai latar belakang kenyataan atau masalah yang ingin disajikannya kepada
pembaca? Jawabnya ialah karena dengan melalui dunia khayali itu pembaca dapat
menghayati kenyataan-kenyataan dan masalah-masalah di dalam bentuk kongkretnya,
dan yang tersentuh oleh masalah itu tidak hanya pikirannya saja, akan tetapi
juga perasaan dan daya khayalnya. Dengan demikian, pembaca dapat menjawab
(memberi response) terhadap kenyataan atau masalah yang disajikan dengan
seluruh kepribadiannya. Response seperti itu berbeda dengan yang diberikan
pembaca pada karya-karya yang bukan sastra, misalnya karya-karya ilmiah atau
filsafat.
Adanya nilai-nilai seni (estetika) bukan
saja merupakan persyaratan yang membedakan karya sastra dari yang bukan karya
sastra, akan tetapi justru dengan bantuan nilai-nilai itulah sastrawan dapat
mengungkapkan isi hatinya sejelas-jelasnya, sedalam-dalamnya, dan
sekaya-kayanya. Adapun nilai-nilai seni itu meliputi: keutuhan (unity) atau
kesatuan dalam keragaman (unity in variety), keseimbangan (balance),
keselarasan (harmony), dan tekanan yang tepat (right emphasis).
Keutuhan maksudnya ialah suatu karya
sastra (puisi, novel, cerita pendek, drama, atau esai) harus utuh; artinya,
setiap bagian atau unsur yang ada padanya menunjang pada usaha pengungkapan isi
hati sastrawan. Keseimbangan ialah unsur-unsur atau bagian-bagian karya sastra,
baik dalam unsur maupun bobotnya, harus sesuai atau seimbang dengan faal atau
fungsinya. Keselarasan berkenaan dengan hubungan satu unsur atau bagian karya
sastra dengan unsur atau bagian lain; artinya, unsur atau bagian itu harus
menunjang daya ungkap unsur atau bagian lain dengan citra atau lambang lain,
dan seterusnya. Akan halnya tekanan yang tepat, unsur atau bagian yang penting
harus mendapat penekanan yang lebih daripada unsur atau bagian yang kurang
penting. Unsur yang penting itu akan dikerjakan sastrawan dengan lebih saksama,
sedangkan yang kurang penting mungkin hanya berupa garis besar dan bersifat
skematik saja.
2.2 Bentuk- bentu Karya Sastra
A. Prosa
Prosa adalah karangan bebas (tidak terikat
sajak, rima, baris). Dalam khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok
karya sastra menurut temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru.
Hal itu juga berlaku bagi karya sastra bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra
prosa lama dan karya sastra prosa baru.
a.
Prosa Lama
Prosa lama adalah karya sastra daerah yang
belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Dalam hubungannya
dengan kesusastraan Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah sastra
prosa daerah Melayu yang mendapat pengaruh barat. Hal ini disebabkan oleh
hubungannya yang sangat erat dengan sastra Indonesia. Karya sastra prosa lama
yang mula- mula timbul disampaikan secara lisan. Disebabkan karena belum
dikenalnya bentuk tulisan. Dikenal bentuk tulisan setelah agama dan kebudayaan
Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Melayu mengenal tulisan. Sejak itulah
sastra tu lisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah babak-babak sastra pertama dalam
rentetan sejarah sastra Indonesia mulai ada.
1. Bentuk- bentuk sastra
prosa lama
a. Mite adalah
dongeng yang banyak mengandung unsur-unsur ajaib dan ditokohi oleh dewa, roh halus, atau peri. Contoh Nyi Roro Kidul
b. Legenda adalah
dongeng yang dihubungkan dengan terjadinya suatu tempat. Contoh: Sangkuriang,
SI Malin Kundang
c. Fabel adalah
dongeng yang pelaku utamanya adalah binatang. Contoh: Kancil
d. Hikayat adalah
suatu bentuk prosa lama yang ceritanya berisi kehidupan raja-raja dan
sekitarnya serta kehidupan para dewa. Contoh: Hikayat Hang Tuah Hikayat, Si
Miskin, Hikayat Indra Bangsawan
e. Dongeng adalah
suatu cerita yang bersifat khayal. Contoh: Cerita Pak Belalang.
f. Cerita
berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang
dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam
2.
Ciri- cirri prosa lama
a. Cenderung bersifat
stastis, sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan secara
lambat.
b. Stanasentris ( ceritanya sekitar kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat
feodal).
c. Hampir seluruhnya berbentuk
hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa ke dalam khayal dan fantasi.
d. Dipengaruhi oleh
kesusastraan Hindu dan Arab.
e. Ceritanya sering
bersifat anonim (tanpa nama)
f. Milik bersama
b.
Prosa Baru
Prosa baru adalah karangan prosa yang
timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Prosa baru timbul
sejak pengaruh Pers masuk ke Indonesia yakni sekitar permulaan abad ke-20.
Contoh: Nyai Dasima karangan G. Fransis, Siti mariah karangan H. Moekti.
1. Ciri- cirri prosa baru
a. Prosa baru bersifat
dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat)
b. Masyarakatnya sentris (
cerita mengambil bahan dari kehidupan masyarakat sehari-hari)
c. Bentuknya roman,
cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan
kebenaran dan kenyataan
d. Dipengaruhi oleh
kesusastraan Barat
e. Dipengaruhi siapa
pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas
f. Tertulis
Jenis- jenis prosa
1. Roman adalah cerita
yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati, mengungkap adat/aspek
kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang,
banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi
kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan Takdir
Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang
Tak Kunjung Padam
2. Cerpen adalah jenis
prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa kehidupan sang pelaku pada suatu
saat, yang tidak memungkinkan adanya digresi. Pertikaian yang terjadi tidak
menimbulkan perubahan nasib pelaku.
3. Antologi adalah buku
yang berisi kumpulan karya terplih beberapa orang. Contoh Laut Biru Langit Biru
karya Ayip Rosyidi
4. Kisah adalah riwayat
perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian mendapat
perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat ke Jabar –
Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab.
5. Novel adalah
suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang
luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh: Roromendut karangan YB.
Mangunwijaya
B. Puisi
Puisi adalah bentuk karangan yang terkikat
oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat.
a.
Unsur- unsur puisi
1.
tema adalah tentang apa puisi itu berbicara
2.
amanat adalah apa yang dinasihatkan kepada pembaca
3.
rima adalah persamaan-persamaan bunyi
4.
ritma adalah perhentian-perhentian/tekanan-tekanan yang teratur
5.
metrum/irama adalah turun naik lagu secara beraturan yang dibentuk oleh
persamaan jumlah kata/suku tiap baris
6. majas/gaya
bahasa adalah permainan bahasa untuk efek estetis maupun
maksimalisasi ekspresi
7.
kesan adalah perasaan yang diungkapkan lewat puisi (sedih, haru, mencekam,
berapi-api, dll.)
8.
diksi adalah pilihan kata/ungkapan
9.
tipografi adalah perwajahan/bentuk puisi
b.
Puisi Lama
1.
Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
2.
Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
3.
Sangat terikat oleh aturan-aturan
seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
c.
Puisi Baru
Puisi baru masuk dalam kesusasteraan
Indonesia sebagai akibat pengaruh kebudayaan bangsa Eropa yang menjajah bangsa
Indonesia. Puisi ini sangat berbeda dengan yang dikenal bangsa Indonesia. Puisi
baru populer di tahun 1930, yakni pada masa Pujangga Baru.
d.
Puisi Modern
Berbeda dengan puisi lama atau puisi baru
yang masih terikat oleh aturan jumlah baris atau irama, puisi modern merupakan
bentuk puisi yang benar-benar bebas. Puisi modern lebih mengutamakan isi,
bentuk tidak dipentingkan. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila ada
puisi modern yang hanya berisi beberapa kata atau satu kalimat saja.
C. Drama
Drama atau film merupakan karya yang
terdiri atas aspek sastra dan asepk pementasan. Aspek sastra drama berupa
naskah drama, dan aspek sastra film berupa skenario. Unsur instrinsik keduanya
terdiri dari tema, amanat/pesan, plot/alur, perwatakan/karakterisasi, konflik,
dialog, tata artistik (make up, lighting, busana, properti, tata panggung,
aktor, sutradara, busana, tata suara, penonton), casting (penentuan peran), dan
akting (peragaan gerak para pemain).
2.3
Aliran- Aliran Karya Sastra
a. Realisme
Realisme adalah aliran dalam kesusastraan
yang melukiskan suatu keadaan atau kenyataan secara sesungguhnya. Para tokoh
aliran ini berpendapat bahwa tujuan seni adalah untuk menggambarkan kehidupan
dengan kejujuran yang sempurna dan subjektif. Pengarang realis melukiskan
orang-orangnya dengan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya sampai
sekecil-kecilnya, dengan tidak memihak memberi simpati atau antipati. Pengarang
sendiri berada di luar, ia sebagai penonton yang objektif. Kenyataan-kenyataan itu
tidak boleh ditafsirkan secara berlebihan seperti kaum romantik. Itu sebabnya
karya-karya realis banyak yang berkisar pada golongan
masyarakat bawah seperti kaum tani, buruh, gelandangan, pelacur dan sebagainya.
masyarakat bawah seperti kaum tani, buruh, gelandangan, pelacur dan sebagainya.
a.
Naturalisme
Karya naturalisme sebenarnya merupakan
lanjutan dari realisme. Jika realisme menyajikan kejadian yang nyata daam
kehidupan sehari-hari, naturalisme cenderung melukiskan kenyataan tampa memilih
dan memilahnya. Persamaan dengan realisme adalah sama-sama melukiskan realitas
dengan terperinci dan teliti namun perbedaannya pada seleksi materi.
b.
Impresionisme
Impresionisme adalah pelahiran kembali
kesan kesan sang penyair atau pengarang terhadap sesuatu yang dilihatnya.
Pengarang takkan melukiskan sampai mendetail, sampai yang sekecil-kecilnya
seperti dalam aliran realisme atau naturalisme.
c.
Ekspresionisme
Aliran kesusasteraan ekspresionisme
merupakan gambaran dunia batin, imaji tentang sesuatu yang dipikirkan. Dalam
ekspresionisme ini, pengarang menyatakan sikap jiwanya, emosinya, tanggapan
subyektifnya tentang masalah manusia, ketuhanan, kemanusiaan. Dalam sajak,
misalnya, penyair tidak mengungkapkan kisah, tetapi ia langsung berteriak,
menyatakan curahan hatinya.
d. Absurdisme
Aliran sastra ini munyuguhkan pada
ketidakjelasan kenyataan. Pada dasarnya, yang dihadirkan adalah realitas
manusia tetapi selalu hal-khal yang irasonal, tidak masuk akal. Mengapa
demikian? Karena bentuk sastra absurdisme ini memberi ruang yang terbuka bagi
para apresiator untuk memberi tafsiran masing-masing dan semuanya dikembakiakan
kepada pembaca. Aliran absurdisme dapat kita temui dalam karangan Putu
Wijaya, Sitor Situmorang, Budi Darmadan Iwan Simatupang.
e. Romantisme
Romantisme adalah aliran kesenian
kesusasteraan yang mengutamakan perasaan. Oleh karena itu, romantisme bisa
dikatakan aliran yang mementingkan penggunaan bahasa yang indah.dan bisa
mengharukan.
f. Determinisme
Determinisme merupakan aliran
kesusasteraan yang menekankan pada takdir.dalam determinisme ini, Takdir
ditentukan oleh unsur-unsur biologis dan lingkungan bukan oleh sesuatu yang
gaib seperti, Tuhan, Dewa-dewi. Penganut aliran determinisme berangkat dari paham
materialisme dan tidak percaya bahwa tuhanlah yang menakdirkan demikian. Akan
tetapi, takdir itu diakibatkan oleh sifat biolgis dari orangtua dan linkungan
keadaan masyarakat. TokohYah dalamBelen ggu, Atheis,Neraka Dunia, Katak Hendak Menjadi
Lembu dan Pada Sebuah Kapal adalah beberapa contoh determinisme.
g. Idealisme
Idealisme merupakan cabang dari aliran
romantik. Rahasia alam semesta dan misteri kehidupan , dalam realisme dan
naturalisme mengandalkan pada realitas. Sebaliknya, idealisme menekankan pada
ide atau cita-cita. Aliran idealisme adalah aliran romantik yang mendasarkan
citanya pada cita-cita si peniulis atau pada pengarangnya semata. Pengarang
idealisme memandang jauh ke masa yang akan datang, dengan segala kemungkinannya
yang sangat diharapkan akan terjadi. Pada dasarnya, idealisme ini mirip
ramalan. Pengarang mirip tukang ramal yang menujumkan sesuatu, dan sesuatu itu
adalah ide atau cita-citanya sendiri. Pengarang merasa yakin bahwa fantasinya
mampu direfleksikan ke dalam realitas, sebagaimana tokohTuti dalam Layar
terkembang, Siti Nurbaya, Katak Hendak Menjadi Lembu, Pertemuan Jodoh.
h. Satirisme
Karya sastra yang dimaksudkan untuk
menimmbulkan cemooh, nista, atau perasaan muak terhadap penyalahgunaan dan
kebodohan manusia serta pranata; tujuannya untuk mengoreksi penyelewengan
dengan jalan mencetuskan kemarahan dan tawa bercampur dengan kecaman dan
ketajaman. Beberapa cerita pendek Budi Darma misalnya “ Kecap Nomor Satu di
Sekeiling Bayi”, dan A.A Navis dalam kumpulan cerita pendeknya“Robohnya Surau
Kami” mrupakan bentuk dari contoh karya sastra aliran absurdisme di Indonesia.
i.
Lokalisme
Adalah istilah lain untuk jenis cerita
lokal. Karya sastra ini menggambarkan corak atau ciri khas suatu masa atau
daerah tertentu serta pemakainan bahasa atau kata kata daerah yang
bersangkutan, dengan tujuan kisahan menjadi lebih menarik atau keasliannya
tampak. Sikap dan lingkungan tokoh juga ikut mendukung corak setempat.
j. Didaktikisme
Corak didakitisme merupakan salah satu
bentuk sastra bertendens, yaitu karya sastra yang ditulis dengan maksud
tertentu. Yang diutamakan dalam aliran ini adalah bagaimana pengarang
menyakinkan pembacanya sehingga pembaca itu mampu mengambil teladan dan makna
dari karya sastra itu. Pada zaman Angkatan Balai Pustaka para pengarang
menyajikan bentuk karangan yang menentang adat dan tradisi.
k. Atavisme
Atavisme merupaka suatu ciri bila
pengarang atau sastrawan menampikan kembali bentuk dan unsur sastra lama di
dalam karyanya. Seperti penggunaan pantun, atau mantra.
l. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran di dalam
kesusasteraan yang mula-mula dikenal dalam dunia filsafat. Pada dasarnya aliran
eksistensialisme ini menganut paham bahwa manusia ditentukan oleh dirinya
sendiri, bukan ditentukan oleh faktor luar diri, seperti Tuhan, nasib,
masyarakat dan keturunan. Eksistensialisme karya sastra yang menegaskan bahwa
pembentukan sifat tabiat manusia adalah tanggung jawabnya sendiri. Dalam arya
sastra ini gaya bahasa yang khas bukannah sesuatu yang terpenting. Yang
terpenting adalah pandangan pengarang tentang kehidupan dan keberadaan manusia.
m. Detektivisme
Cerita detektif merupakan genre fiksi yang menekankan cerita pada misteri
dan teka teki serta ketegangan. Karya ini mengungkapkan sebuah misteri melalui
kumpulan dan tafsiran isyarat-isyarat tertentu. Hukum yang lazimnya berlaku
dalam cerita detektif adalah bahwa isyarat-isyarat yang menuju penyelesaian
harus diungkapkan tepat ketika sang detektif menemukan isyarat-syarat tersebut
n. Popularisme
Cerita Populer merupakan salah satu jenis fiksi yang paling banyak dibaca
dan digemari oleh para pebaca karena sifat utamanya memberi hiburan. Cerita
popular ini sering disebut cerita picisan. Cerita picisan ini bila ditinjau
dari sudut seni sastra tidak bermutu karena pada umumnya memperlihatkan corak
suatu usaha tidak kearah kepentingan mencari uang belaka. Namun jenis bacaan
popular ini menjadi kesukaan para pembaca karena sifatnya yang ringan dan
gampang dicerna.
0.
Tragedisme
Cerita tragedisme melukiskan pertentangan daintara protagonis dengan
kekuatan yang luar biasa, yang berakhir dengan keputusasaan atau kehancuran
sang protaginis. . karangan dramatik sering berbentuk sajak, bertema serius dan
seih, yang tokoh utamanya menemui kehancuran karena suatu kelemahan seperti
keangkuhan atau iri hati. Bentuk karya tragedi lebih merupakan bencana yang
dialami para tokoh cerita seperti halnya tokoh-toko cerita Tohs Mohtar,
Motinggo Busye, Bur Rasuanto dan sebagainya.
p. Ironis- Sarkasme
Karya sastra beraliran ini pemakaiannya untuk mencemooh yang bersangkutan
dengan kontras dari apa yang sebenarnya.
q. Eksotisisme
Karya sastra yang menunjukkan cirri-ciri eksotisme adalah yang bersangkut
paut dengan latar, tokoh, dan peristiwa yang mengasyikan, mempesona, dan asing.
Dengan kata lain, eksotisime menunjukkan suatu cirri khas yang sangat spesifik
daam penampilan setting, dimana setting yang dipih terasa aneh dan asing bagi
pembaca.
r. Futurisme
Aliran dalam sastra yang menganjurkan agar neninggalkan segala bentuk
ekspresi gaya baru, bentuk baru, pokok baru dengan menekankan pentingnya
pengganmbaran kecepatan, kekuatan dankekerasan. Menurut kaum futuris, karya
sastra hendaknya menyesuaikan diri dengan zaman modern yang bergerak cepat.
BAB III
P E N U T U P
3.1 Kesimpulan
1. Karya sastra Indonesia
memiliki 3 bentuk. Yaitu : bentuk prosa, bentuk Puisi dan bentuk drama
2. Prosa adalah karangan bebas.
Sedangkan puisi adalah karangan yang terikat oleh aturan. Dan drama adalah
sastra dalam bentuk pementasan.
3. Karya sastra memiliki banyak
aliran-aliran.
4. kritik sastra Indonesia
memiliki masing-masing zamannya, masing-masing
pelopornya dan banyak teori baru.
3.2 Saran
Sebagai
seorang penduduk bangsa Indonesia, kita sebagai seorang pelajar harus
menerapkan bahasa yang baik dalam berkata.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu.2011.Belajar bahasa indonesia asik.25
November 2013.Jakarta.
Andi’s Blog.2012.Sastra Indonesia.26 November
2013.Bandung
www.google.com
Langganan:
Postingan (Atom)